OPINI PUBLIK TENTANG KEADAAN INDONESIA
Di Indonesia ini, mustahil (sangat mustahil) jika korupsi pejabat negara dapat dibrantas. Bahkan hukuman untuk pejabat korup sangat ringan, karena hanya "dibui" tanpa dimintai mengembalikan hasil korupsinya 100%. Tersangka hanya dipenjara, tapi uang negara yang dikorupsi tidak pernah kembali seutuhnya. Korupsi oleh pejabat negara adalah hal terburuk dalam kehidupan bernegara.
Anda atau saya, mungkin bertanya-tanya, mengapa *korupsi oleh pejabat negara* seakan *sangat marak* di Indonesia? Kasus-kasus korupsi dalam tiap periode 5-tahun jabatan kepresidenan menjadikan keuangan negara ini tekor hingga triliunan rupiah, yang mana rakyatlah yang harus menanggung akibatnya guna mengangsur hutang negara jauh lebih besar dari nominal normalnya. Apakah ini bagian dari kultur masyarakat bangsa kita? Apakah ini adalah sindrom sosial masal? Apakah ini memang bagian dari *seni politik* & *kultur politik* di Indonesia? Anda atau saya juga bertanya-tanya, sebenarnya masa lalu para oknum pejabat korup dalam kehidupan keluarganya seperti apa? Apakah mereka itu anak keluarga baik-baik yang terdidik secara ilmiah dan secara relijius? Apakah mereka itu memang dari keluarga yang biasa melakukan tindakan kriminal? Lalu mengapa negara seperti sangat lemah menghadapi mereka? Pertanyaan yang paling menggelitik adalah: "Jika negara tidak bisa atau tidak kuasa memprosekusi para pejabat korupt pada eksten maksimum, maka apakah negara ini dari sisi militer akan mampu menghadapi serangan musuh dari luar? Melihat lemahnya hukum negara kita maka kita sungguh was-was, jika sekali negara kita sekali waktu diinvasi secara militer oleh negara lain, maka tamat seketika kedaulatan negara kita, yang mana negara kita yang lemah secara hukum ini juga pasti sangat lemah dalam segi kekuatan militer".
Point of View:
"Pola Pemikiran Umum Bangsa Kita Terhadap Pembedaan Hak Milik"
Apakah korupsi di kalangan pejabat negara ini suatu kebiasaan di Indonesia? Apakah para oknum pejabat korup memang pribadi berkelainan jiwa yang disebut "tangan panjang" yang tidak mampu membedakan hak milik pribadi terhadap hak milik negara?
Mari kita tinjau kebiasaan pola pembedaan hak milik di Indonesia, yang bahkan sangat umum terjadi di lingkungan sekitar kita. Misal, jika ada uang lembaran Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) menggeletak di gang, maka kerap kita saksikan bahwa seseorang dengan cepat akan memungutnya tanpa pikir panjang apakah itu perbuatan hak atau apakah batil.
Kita juga kerap menghadapi kebiasaan di tengah masyarakat soal salah beda antara "barang nganggur" & "barang pajangan" terhadap "barang jarahan". Kerap kita saksikan, bahwa banyak orang berpendapat bahwa "barang yang nganggur atau tidak terpakai (sementara atau seterusnya) oleh yang empunya dan menggeletak di sembarang tempat seakan tidak terurus" adalah "boleh dimiliki atau diambil alih secara diam-diam tanpa ijin si pemilik (dijarah secara diam-diam)". Atau, hal yang sama juga terjadi pada barang pajangan yang salah tempat, maka kerap "dirampas secara halus". Inilah salah satu fenomena bibit perbuatan korup yang mana berasal dari sifat panjang-tangan sebagai suatu kebiasaan "memakai barang orang lain tanpa ijin" atau "menghaki barang milik orang lain tanpa permisi si empunya" hanya karena si empunya lengah (atau sudah tidak membutuhkannya) atau salah menaruh -- meskipun padahal si empunya belum tentu membebaskan barang tersebut secara formal untuk pindah hak atau pindah tangan secara cuma-cuma. (Salah satu contohnya, kerap terjadi pada blantika distribusi piranti lunak / software komersial berlisensi privat, yang mana bahkan "pemakai software komersial yang tidak sabaran" akan berusaha membobol/cracking kunci/dongle/license-key supaya software komersial tersebut bisa dipakai selama-lamanya tanpa bayar lisensi/license-key setelah masa trial 15-hari ~ 40-hari. Contoh lain terkait fenomena ini adalah 'penjarahaan barang gudang oleh oknum pegawai penjaga gudang'.). Fenomena semacam ini, telah sangat umum terjadi di kalangan lapisan masyarakat luas di Indonesia dan bahkan dianggap **biasa-biasa saja** (bukan lagi dinilai sebagai perbuatan kriminal), sehingga kita tentu bertanya-tanya: "Jika masyarakat telah menganggap **pemindahan hak yang tidak wajar** adalah **biasa dan boleh**, maka apakah yang berlaku pada pola pikir para pejabat negaranya, yang mana pejabat negara juga sebagai bagian masyarakat pada hakekatnya dalam kehidupan sosial sehari-hari ??" (diakui atau tidak, tapi telah diamati dan memang terjadi secara faktual).
Fenomena tersebut di atas juga terjadi pada uang negara yang disimpangkan (dikorupsi), atau memang mendasari perbuatan penyimpangan uang negara oleh oknum pejabat korup. Oknum pejabat korup ada yang menggunakan modus serupa yang mana secara "diam-diam" memindahkan uang milik negara semisal uang proyek negara ke rekening pribadi dengan maksud untuk ***dipakai dahulu untuk modal *proyek/usaha pribadi* sebelum *proyek aslinya milik negara* berdimulai*** dengan spekulasi bahwa *selama pihak negara tidak tahu, maka aman-aman saja dan lumayan bisa dapat untung tanpa modal atau tanpa perlu pinjam modal dari bank melalui jalur formal perbankan*. Modus lainnya yang kerap terjadi adalah *markup* atau *meninggikan nilai pencairan anggaran dana proyek dari jumlah semestinya*, yang mana ini membutuhkan *persekongkolan* atau *konspirasi* yang pada dasarnya *mendustai negara*, atau, intinya juga sama-sama dengan kiat **selama pihak negara tidak tahu, maka aman-aman saja dan lumayan bisa dapat untung tanpa modal atau tanpa perlu pinjam modal dari bank melalui jalur formal perbankan**. Singkatnya, korupsi adalah "menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi (atau golongan) atau untuk memperkaya diri sendiri (atau golongan) tanpa ijin formal-legal dari negara yang mana negara adalah pemilik syah uang tersebut yang mengamanatkan uang tersebut kepada pihak/orang/pejabat/badan terkait - supaya dikelola untuk menjalankan suatu kegiatan negara.
Berdasarkan penjelasan fenomenal di atas, maka saya dan anda mungkin sementara akan mengambil suatu konklusi sepihak bahwa "masih jauh dari kepastian atau bahkan angan-angan, supaya negara Indonesia ini dapat menuntaskan kasus korupsi apalagi bebas dari pejabat korup".
Nota:
Catatan ini bukan untuk *saling-menyalahkan* atau *memojokan* Bangsa Indonesia, namun sebagai instrospeksi diri yang mana diri saya secara faktual adalah salah satu warga negara dan asli orang Indonesia. Catatan ini adalah bentuk keprihatinan saya secara pribadi atau secara kebangsaan dalam melihat jatuhnya ekonomi negara dan rusaknya tatanan hukum serta tendensi rusaknya tatanan norma moralitas kehidupan sosial negara yang terkait kasus-kasus korupsi oleh oknum pejabat negara ataupun korupsi-korupsi kecil ditingkat kehidupan sosial pada umumnya.
BY : HERU HIMAWAN
Anda atau saya, mungkin bertanya-tanya, mengapa *korupsi oleh pejabat negara* seakan *sangat marak* di Indonesia? Kasus-kasus korupsi dalam tiap periode 5-tahun jabatan kepresidenan menjadikan keuangan negara ini tekor hingga triliunan rupiah, yang mana rakyatlah yang harus menanggung akibatnya guna mengangsur hutang negara jauh lebih besar dari nominal normalnya. Apakah ini bagian dari kultur masyarakat bangsa kita? Apakah ini adalah sindrom sosial masal? Apakah ini memang bagian dari *seni politik* & *kultur politik* di Indonesia? Anda atau saya juga bertanya-tanya, sebenarnya masa lalu para oknum pejabat korup dalam kehidupan keluarganya seperti apa? Apakah mereka itu anak keluarga baik-baik yang terdidik secara ilmiah dan secara relijius? Apakah mereka itu memang dari keluarga yang biasa melakukan tindakan kriminal? Lalu mengapa negara seperti sangat lemah menghadapi mereka? Pertanyaan yang paling menggelitik adalah: "Jika negara tidak bisa atau tidak kuasa memprosekusi para pejabat korupt pada eksten maksimum, maka apakah negara ini dari sisi militer akan mampu menghadapi serangan musuh dari luar? Melihat lemahnya hukum negara kita maka kita sungguh was-was, jika sekali negara kita sekali waktu diinvasi secara militer oleh negara lain, maka tamat seketika kedaulatan negara kita, yang mana negara kita yang lemah secara hukum ini juga pasti sangat lemah dalam segi kekuatan militer".
Point of View:
"Pola Pemikiran Umum Bangsa Kita Terhadap Pembedaan Hak Milik"
Apakah korupsi di kalangan pejabat negara ini suatu kebiasaan di Indonesia? Apakah para oknum pejabat korup memang pribadi berkelainan jiwa yang disebut "tangan panjang" yang tidak mampu membedakan hak milik pribadi terhadap hak milik negara?
Mari kita tinjau kebiasaan pola pembedaan hak milik di Indonesia, yang bahkan sangat umum terjadi di lingkungan sekitar kita. Misal, jika ada uang lembaran Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) menggeletak di gang, maka kerap kita saksikan bahwa seseorang dengan cepat akan memungutnya tanpa pikir panjang apakah itu perbuatan hak atau apakah batil.
Kita juga kerap menghadapi kebiasaan di tengah masyarakat soal salah beda antara "barang nganggur" & "barang pajangan" terhadap "barang jarahan". Kerap kita saksikan, bahwa banyak orang berpendapat bahwa "barang yang nganggur atau tidak terpakai (sementara atau seterusnya) oleh yang empunya dan menggeletak di sembarang tempat seakan tidak terurus" adalah "boleh dimiliki atau diambil alih secara diam-diam tanpa ijin si pemilik (dijarah secara diam-diam)". Atau, hal yang sama juga terjadi pada barang pajangan yang salah tempat, maka kerap "dirampas secara halus". Inilah salah satu fenomena bibit perbuatan korup yang mana berasal dari sifat panjang-tangan sebagai suatu kebiasaan "memakai barang orang lain tanpa ijin" atau "menghaki barang milik orang lain tanpa permisi si empunya" hanya karena si empunya lengah (atau sudah tidak membutuhkannya) atau salah menaruh -- meskipun padahal si empunya belum tentu membebaskan barang tersebut secara formal untuk pindah hak atau pindah tangan secara cuma-cuma. (Salah satu contohnya, kerap terjadi pada blantika distribusi piranti lunak / software komersial berlisensi privat, yang mana bahkan "pemakai software komersial yang tidak sabaran" akan berusaha membobol/cracking kunci/dongle/license-key supaya software komersial tersebut bisa dipakai selama-lamanya tanpa bayar lisensi/license-key setelah masa trial 15-hari ~ 40-hari. Contoh lain terkait fenomena ini adalah 'penjarahaan barang gudang oleh oknum pegawai penjaga gudang'.). Fenomena semacam ini, telah sangat umum terjadi di kalangan lapisan masyarakat luas di Indonesia dan bahkan dianggap **biasa-biasa saja** (bukan lagi dinilai sebagai perbuatan kriminal), sehingga kita tentu bertanya-tanya: "Jika masyarakat telah menganggap **pemindahan hak yang tidak wajar** adalah **biasa dan boleh**, maka apakah yang berlaku pada pola pikir para pejabat negaranya, yang mana pejabat negara juga sebagai bagian masyarakat pada hakekatnya dalam kehidupan sosial sehari-hari ??" (diakui atau tidak, tapi telah diamati dan memang terjadi secara faktual).
Fenomena tersebut di atas juga terjadi pada uang negara yang disimpangkan (dikorupsi), atau memang mendasari perbuatan penyimpangan uang negara oleh oknum pejabat korup. Oknum pejabat korup ada yang menggunakan modus serupa yang mana secara "diam-diam" memindahkan uang milik negara semisal uang proyek negara ke rekening pribadi dengan maksud untuk ***dipakai dahulu untuk modal *proyek/usaha pribadi* sebelum *proyek aslinya milik negara* berdimulai*** dengan spekulasi bahwa *selama pihak negara tidak tahu, maka aman-aman saja dan lumayan bisa dapat untung tanpa modal atau tanpa perlu pinjam modal dari bank melalui jalur formal perbankan*. Modus lainnya yang kerap terjadi adalah *markup* atau *meninggikan nilai pencairan anggaran dana proyek dari jumlah semestinya*, yang mana ini membutuhkan *persekongkolan* atau *konspirasi* yang pada dasarnya *mendustai negara*, atau, intinya juga sama-sama dengan kiat **selama pihak negara tidak tahu, maka aman-aman saja dan lumayan bisa dapat untung tanpa modal atau tanpa perlu pinjam modal dari bank melalui jalur formal perbankan**. Singkatnya, korupsi adalah "menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi (atau golongan) atau untuk memperkaya diri sendiri (atau golongan) tanpa ijin formal-legal dari negara yang mana negara adalah pemilik syah uang tersebut yang mengamanatkan uang tersebut kepada pihak/orang/pejabat/badan terkait - supaya dikelola untuk menjalankan suatu kegiatan negara.
Berdasarkan penjelasan fenomenal di atas, maka saya dan anda mungkin sementara akan mengambil suatu konklusi sepihak bahwa "masih jauh dari kepastian atau bahkan angan-angan, supaya negara Indonesia ini dapat menuntaskan kasus korupsi apalagi bebas dari pejabat korup".
Nota:
Catatan ini bukan untuk *saling-menyalahkan* atau *memojokan* Bangsa Indonesia, namun sebagai instrospeksi diri yang mana diri saya secara faktual adalah salah satu warga negara dan asli orang Indonesia. Catatan ini adalah bentuk keprihatinan saya secara pribadi atau secara kebangsaan dalam melihat jatuhnya ekonomi negara dan rusaknya tatanan hukum serta tendensi rusaknya tatanan norma moralitas kehidupan sosial negara yang terkait kasus-kasus korupsi oleh oknum pejabat negara ataupun korupsi-korupsi kecil ditingkat kehidupan sosial pada umumnya.
BY : HERU HIMAWAN
0 comments:
Post a Comment